Rabu, 04 Juni 2014

Persentase Rasa

Sekarang pukul 10:02 malam waktu yang ditunjukkan gadget-ku saat aku mulai menulis semua ini. Pasti saat ini kamu masih sibuk bergelut dengan rutinitasmu yang padat dan serba menyita waktu. Iya, menyita waktumu. Yang terkadang membuat ku merasa diduakan oleh mu. Entah kekuatan apa yang masih membuatku percaya, tapi yang pasti aku bersyukur masih memiliki sesuatu yang membuatku memercayaimu.

Aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. Semata-mata supaya aku bisa menggantikan posisi rutinitas yang selalu kau temani seharian penuh atau hanya untuk satu jam saja.

Sudah hampir satu tahun aku begini. Delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan enam puluh. Kalikan enam puluh lagi. Maka kau akan mendapatkan angka 1.244.160.000. Itu belum termasuk tambahan dari bulan dengan jumlah hari berlebih.

Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku mulai belajar memercayaimu dan milisekon sejak ke sekian kalinya aku jatuh cinta padamu. Tentunya semua itu terlalu berlebihan aku jabarkan, karena kenyataannya kamu hanya memberiku tak lebih sepuluh menit dari seribu empat ratus empat puluh menit dalam sehari untuk sekedar saling bertukar kabar. Selebihnya, waktumu akan kau sumbangkan cuma-cuma untuk rutinitasmu. Kekurangannya selalu kau bayar lunas ketika kau libur. Setengah dari hari liburmu hampir selalu kau luangkan untukku. Dan lagi, aku luluh dan memercayaimu.

Mengertilah, tulisan ini bukan bertujuan untuk merayu atau malah menghakimimu. Kejujuran sudah seperti masakan ekstra garam, tak terbayang untuk menambahinya dengan rayuan. Angka miliaran tadi bukan sebuah gombalan, melainkan fakta matematis dari ketulusan cinta yang logis. Cinta mampu memasuki dimensi rasa, logika, bahkan angka sekaligus.

Sekarang pukul 11:18 malam masih dari gadget-ku. Sudah tujuh puluh enam menit aku menulis. Menyumbangkan lagi 273.600 milisekon ke dalam rekening waktu ku. Terima kasih. Seandainya bisa ku tambahkan satuan dolar atau satuan kilogram emas di belakangnya pasti aku sudah kaya. Mungkin cukup untuk menggantikan hasil dari rutinitasmu itu agar engkau bisa selalu bersamaku. Namun sudah pasti semua itu tak kan bisa menggantikanmu yang tak ternilai. Engkau adalah awalan, akhiran dan segalanya yang menghubungkan. Tidak dolar, tidak juga miliaran kilogram emas mampu menggantikan.

Cinta punya fakta matematis. Kau sendiri yang pernah bilang, komitmen ini berjalan dengan satuan persen untuk kepercayaan dan kasih sayang. Persentase yang katamu melebihi sempurnanya angka seratus persen dan tak terbatas jumlah nol di setiap pangkalnya. Persentase dengan rumus tersendiri yang hanya diketahui oleh masing-masing di antara aku dan kamu. Dan yang pada akhirnya akan menyatukan kita selamanya, sehingga aku dapat mengiringi rutinitasmu setiap harinya. Mulai dari membangunkanmu di pagi hari, membuat sarapan, mengantarmu pergi memulai aktivitas, mengobrol ringan saat makan siang, menonton acara tv, minum teh, hingga melihat wajah polosmu saat kau tertidur lelap di malam hari.

Saat ini semua hanya bisa aku bayangkan, kenyataannya entah siapa yang sekarang ada bersamamu. Mungkin bantal dan guling yang akan menemani tidurmu, atau handphone dengan alarm yang siap untuk menyambut pagi harimu. Terkadang, benda-benda mati justru mendapatkan apa yang paling kita inginkan, dan tak sanggup kita bersaing dengannya. Membuatku iri membayangkannya.

Kini, izinkan aku tidur. Menyusulmu ke alam abstrak di mana segalanya bisa bertemu. Sekali saja, izinkan aku bermimpi. Memimpikan saat dimana persentase cinta berada pada titik yang menyatukan kita.

Tiada hal yang lebih indah dari cinta dua orang di pagi hari. Saat aku membangunkan mu dengan muka berkilap, bau keringat, mulut asam dan wajah yang tercetak kerut sarung bantal. Dan kau bangun mengecup keningku seraya berkata "selamat pagi".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar