Kamis, 17 April 2014

Hujan

Hujan selalu memberi arti lebih dari pelangi.

Bulir embun merata melekat di kaca. Mengaburkan pandangan siapa pun yang ingin melihat keluar. Seakan membatasi gerak seseorang, atau malah memberi waktu luang untuk mereka yang terlalu sibuk menghamba uang. Sederet embun tak hanya melengkapi pagi, melainkan juga menggenapi hujan yang menari-nari. Seperti bonus tambahan dari sekedar dingin yang menelusup ke tulang dan kanvas gratis untuk melukis kaca di atas embun yang berlapis.

Hujan tak melulu tentang air dan basah. Terlalu realis dan minimalis jika hujan hanya dianggap sebagai pemanis. Hujan itu penyegaran, hiburan bagi mereka
yang terlalu sering kepanasan. Hujan itu rezeki, anugerah bagi mereka yang hanya bermodalkan payung merah. Hujan itu masalah, sekat bagi mereka yang tak mensyukuri nikmat. Hujan itu bencana, ujian untuk para hamba yang melalaikan Tuhannya. Dan hujan selalu lebih rumit dari apa yang kita kira.

Hujan tak selalu dingin, terkadang hangat teriring dari mentari yang kering. Hujan bukan hanya kelabu, ada kalanya tergantikan oleh bentang pelangi yang menyapu sendu. Dingin, bencana serta kelabu seketika hilang berganti cerita sore antara aku dan kamu. Uap kopi yang mengepul dari cangkir melengkapi indahnya gugusan warna pelangi. Hujan akan selalu ku nanti bila akhirnya seperti ini. Namun sayang hujan tak selalu berpelangi, karena pada hakikatnya hujan tak lebih dari air dan dingin. Tapi dibalik itu, hujan selalu punya makna dan misteri tersendiri lebih dari sebentang pelangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar